Sabtu, 18 April 2009

TARI CAKALELE

Cakalele merupakan tarian tradisional Maluku yang dimainkan oleh sekitar 30 laki-laki dan perempuan. Para penari laki-laki mengenakan pakaian perang yang didominasi oleh warna merah dan kuning tua. Di kedua tangan penari menggenggam senjata pedang (parang) di sisi kanan dan tameng (salawaku) di sisi kiri, mengenakan topi terbuat dari alumunium yang diselipkan bulu ayam berwarna putih. Sedangkan penari perempuan mengenakan pakaian warna putih sembari menggenggam sapu tangan (lenso) di kedua tangannya. Para penari Cakalele yang berpasangan ini, menari dengan diiringi musik beduk (tifa), suling, dan kerang besar (bia) yang ditiup. Tari Cakalele disebut juga dengan tari kebesaran, karena digunakan untuk penyambutan para tamu agung seperti tokoh agama dan pejabat pemerintah yang berkunjung ke bumi Maluku. Keistimewaan tarian ini terletak pada tiga fungsi simbolnya. (1) Pakaian berwarna merah pada kostum penari laki-laki, menyimbolkan rasa heroisme terhadap bumi Maluku, serta keberanian dan patriotisme orang Maluku ketika menghadapi perang. (2) Pedang pada tangan kanan menyimbolkan harga diri warga Maluku yang harus dipertahankan hingga titik darah penghabisan. (3) Tameng (salawaku) dan teriakan lantang menggelegar pada selingan tarian menyimbolkan gerakan protes terhadap sistem pemerintahan yang dianggap tidak memihak kepada masyarakat.

TARIAN PERANG

Prosesi penyambutan tamu diperlihatkan dengan tarian yang terkenal dengan nama Tarian Tobe atau tarian perang. Tarian perang yang sekarang menjadi tari resmi penyambutan tamu dibawakan oleh Kelompok Wake Sembekera dari Daerah Nafri.

Ditarikan oleh 16 laki-laki dan dua penari perempuan, mereka menari dengan iringan tifa dan lantunan lagu-lagu perang pembangkit semangat. Panas mentari Papua yang menyengat tidak memudarkan semangat mereka untuk terus menari dan menabuh alat musik pukul yang menjadi ikon Papua tersebut.
“Biasanya tarian perang kami bawakan ketika kepala suku memerintahkan kita untuk berperang. Dengan tari ini, kami mengobarkan semangat prajurit,” kata Pemimpin Kelompok Tari Wake Sembekera Agustinus Taniau.

Mengenakan busana tradisional, dengan manik-manik penghias dada, rok terbuat dari akar bahar, dan daun-daun yang disisipkan pada tubuh, menjadi bukti kecintaan masyarakat Papua pada alam. (bernadette lilia nova)